Rabu, 16 Februari 2011

Inilah Resep Islam Menjauhi Sikap Malas

"Seandainya..." Kata ini begitu akrab dalam kehidupan sehari-hari. Disadari atau tidak, sebagian besar orang boleh jadi biasa mengucapkannya, "Seandainya aku melakukan begini, tentunya begini dan begini, tidak begini..."

Nabi Muhammad SAW sangat tak menyukai umatnya mengumbar kata-kata 'seandainya'. Bahkan, dalam sebuah hadis Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya, kalimat lau (seandainya) membawa kepada perbuatan setan."

Syekh Shaleh Ahmad asy-Syaami, menjelaskan, kata 'seandainya' tidak membawa manfaat sama sekali. Menurutnya, meskipun seseorang mengucapkan ungkapan itu, ia tidak akan mampu mengembalikan apa yang telah berlalu, dan menggagalkan kekeliruan yang telah terjadi. Dalam bukunya bertajuk Berakhlak dan Beradab Mulia, Syekh asy Syaami mewanti-wanti bahwa ungkapan 'seandainya' bisa berkonotasi sebagai angan-angan semu, dan sesuatu yang tidak mungkin terjadi.

"Sikap seperti ini adalah sikap yang lemah dan malas," ujarnya. Bahkan, kata dia, Allah SWT pun membenci sikap lemah, tidak mampu, dan malas. Dalam hadis dinyatakan, "Allah SWT mencela sikap lemah, tidak bersungguh-sungguh, tetapi kamu harus memiliki sikap cerdas dan cekatan, namun jika kamu tetap terkalahkan oleh suatu perkara, maka kamu berucap 'cukuplah Allah menjadi penolongku, dan Allah sebaik-baik pelindung." (HR Abu Dawud).

Sikap tangkas dan cerdas yang di maksud, tutur dia, melakukan usaha dan tindakan-tindakan yang bisa membawa pada keberhasilan meraih sesuatu yang bermanfaat, baik di dunia maupun akhirat. Ini, sambung Syekh asy-Syaami, merupakan bentuk aplikasi terhadap hukum kausalitas yang telah Allah tetapkan.

Keutaman dari sikap tangkas dan cerdas yakni bisa menjadi pembuka amal kebaikan. Sebaliknya, sikap lemah dan malas, seperti telah di ingatkan Rasulullah SAW, hanya akan mendekatkan diri kepada setan. "Sebab, jika seseorang tidak mam pu atau malas melakukan se sua tu yang bermanfaat baginya dan ma syarakat sekitar, maka ia akan selalu menjadi seseorang yang kerap berangan-angan," paparnya.

Perbuatan dan sikap semacam itu, selain kontraproduktif serta tidak akan membawa pada keberhasilan, juga sama saja dengan membuka amal perbuatan setan karena pintu amal setan tidak lain adalah sikap malas dan lemah. Merekalah, tegas as-Syaami, adalah orang yang paling merugi.

Mengapa dikatakan orang yang paling merugi? Sebab, sifat malas dan lemah merupakan kunci segala bencana. Seperti, perbuatan maksiat sudah pasti terjadi karena lemahnya keimanan dan ketakwaan seseorang sehingga berani melanggar larangan agama.

Jadi, dia menambahkan, seorang hamba yang memiliki dua sifat tercela tadi, berarti ia tidak mampu melaksanakan amal perbuatan ketaatan serta tidak bisa melakukan hal-hal yang bisa membentengi dirinya dari godaan perbuatan jahat maupun maksiat.

Imam Ibnu Hajar dalam kitab Fathul Barri jilid XI menggarisbawahi, apabila penyakit hati itu telah menjangkiti manusia, maka ia akan mulai mendekati larangan Allah. Dia pun menjadi enggan untuk bertobat. Untuk itu, Nabi SAW memberikan tuntunan doa bagi umatnya agar terhindar dari dua jenis sifat tercela tadi. Rasulullah SAW berdoa, "Ya Allah, hamba meminta perlindungan kepadaMu dari kecemasan dan kesedihan."

Cemas dan sedih, keduanya juga bersumber dari malas dan lemah. Karena, apa yang telah terjadi, tidak mungkin diubah atau dihapus hanya dengan kesedihan, namun yang perlu dilakukan adalah menerimanya dengan kerelaan, sabar dan iman.

Demikian pula sesuatu yang mungkin terjadi di waktu mendatang, juga tidak mungkin dapat diubah atau dihapus hanya dengan kecemasan atau kekhawatiran. Maka itu, seseorang harus selalu siap membekali diri dengan sikap-sikap yang baik untuk menghadapi segala kemungkinan.

Oleh karenanya, Islam sangat menjunjung tinggi optimisme, kerja keras, dan berusaha sekuat tenaga. Jiwa seorang Muslim sejati adalah yang meyakini bahwa rezeki Allah SWT sangatlah berlimpah, dan disediakan bagi siapapun yang mampu menggapainya dengan semangat dan etos kuat.

"Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi, dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung." (QS al Jumu'ah [62] : 10) Ada perbedaan antara harapan dan angan-angan. Harapan selalu dibarengi dengan usaha, sementara anganangan atau kemalasan hanyalah angan-angan kosong. Semoga kita dijauhkan dari sifat malas.

Jumat, 04 Februari 2011

Hakikat dan Pengertian Belajar

Belajar merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi dan berperan penting dalam pembentukan pribadi dan perilaku individu. Nana Syaodih Sukmadinata (2005) menyebutkan bahwa sebagian terbesar perkembangan individu berlangsung melalui kegiatan belajar. Lantas, apa sesungguhnya belajar itu ?
Di bawah ini disampaikan tentang pengertian belajar dari para ahli :
  • Moh. Surya (1997) : “belajar dapat diartikan sebagai suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh perubahan perilaku baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam berinteraksi dengan lingkungannya”.
  • Witherington (1952) : “belajar merupakan perubahan dalam kepribadian yang dimanifestasikan sebagai pola-pola respons yang baru berbentuk keterampilan, sikap, kebiasaan, pengetahuan dan kecakapan”.
  • Crow & Crow dan (1958) : “ belajar adalah diperolehnya kebiasaan-kebiasaan, pengetahuan dan sikap baru”.
  • Hilgard (1962) : “belajar adalah proses dimana suatu perilaku muncul perilaku muncul atau berubah karena adanya respons terhadap sesuatu situasi”
  • Di Vesta dan Thompson (1970) : “ belajar adalah perubahan perilaku yang relatif menetap sebagai hasil dari pengalaman”.
  • Gage & Berliner : “belajar adalah suatu proses perubahan perilaku yang yang muncul karena pengalaman”
Dari beberapa pengertian belajar tersebut diatas, kata kunci dari belajar adalah perubahan perilaku. Dalam hal ini, Moh Surya (1997) mengemukakan ciri-ciri dari perubahan perilaku, yaitu :
1. Perubahan yang disadari dan disengaja (intensional).
Perubahan perilaku yang terjadi merupakan usaha sadar dan disengaja dari individu yang bersangkutan. Begitu juga dengan hasil-hasilnya, individu yang bersangkutan menyadari bahwa dalam dirinya telah terjadi perubahan, misalnya pengetahuannya semakin bertambah atau keterampilannya semakin meningkat, dibandingkan sebelum dia mengikuti suatu proses belajar. Misalnya, seorang mahasiswa sedang belajar tentang psikologi pendidikan. Dia menyadari bahwa dia sedang berusaha mempelajari tentang Psikologi Pendidikan. Begitu juga, setelah belajar Psikologi Pendidikan dia menyadari bahwa dalam dirinya telah terjadi perubahan perilaku, dengan memperoleh sejumlah pengetahuan, sikap dan keterampilan yang berhubungan dengan Psikologi Pendidikan.
2. Perubahan yang berkesinambungan (kontinyu).
Bertambahnya pengetahuan atau keterampilan yang dimiliki pada dasarnya merupakan kelanjutan dari pengetahuan dan keterampilan yang telah diperoleh sebelumnya. Begitu juga, pengetahuan, sikap dan keterampilan yang telah diperoleh itu, akan menjadi dasar bagi pengembangan pengetahuan, sikap dan keterampilan berikutnya. Misalnya, seorang mahasiswa telah belajar Psikologi Pendidikan tentang “Hakekat Belajar”. Ketika dia mengikuti perkuliahan “Strategi Belajar Mengajar”, maka pengetahuan, sikap dan keterampilannya tentang “Hakekat Belajar” akan dilanjutkan dan dapat dimanfaatkan dalam mengikuti perkuliahan “Strategi Belajar Mengajar”.
3. Perubahan yang fungsional.
Setiap perubahan perilaku yang terjadi dapat dimanfaatkan untuk kepentingan hidup individu yang bersangkutan, baik untuk kepentingan masa sekarang maupun masa mendatang. Contoh : seorang mahasiswa belajar tentang psikologi pendidikan, maka pengetahuan dan keterampilannya dalam psikologi pendidikan dapat dimanfaatkan untuk mempelajari dan mengembangkan perilaku dirinya sendiri maupun mempelajari dan mengembangkan perilaku para peserta didiknya kelak ketika dia menjadi guru.
4. Perubahan yang bersifat positif.
Perubahan perilaku yang terjadi bersifat normatif dan menujukkan ke arah kemajuan. Misalnya, seorang mahasiswa sebelum belajar tentang Psikologi Pendidikan menganggap bahwa dalam dalam Prose Belajar Mengajar tidak perlu mempertimbangkan perbedaan-perbedaan individual atau perkembangan perilaku dan pribadi peserta didiknya, namun setelah mengikuti pembelajaran Psikologi Pendidikan, dia memahami dan berkeinginan untuk menerapkan prinsip – prinsip perbedaan individual maupun prinsip-prinsip perkembangan individu jika dia kelak menjadi guru.
5. Perubahan yang bersifat aktif.
Untuk memperoleh perilaku baru, individu yang bersangkutan aktif berupaya melakukan perubahan. Misalnya, mahasiswa ingin memperoleh pengetahuan baru tentang psikologi pendidikan, maka mahasiswa tersebut aktif melakukan kegiatan membaca dan mengkaji buku-buku psikologi pendidikan, berdiskusi dengan teman tentang psikologi pendidikan dan sebagainya.
6. Perubahan yang bersifat pemanen.
Perubahan perilaku yang diperoleh dari proses belajar cenderung menetap dan menjadi bagian yang melekat dalam dirinya. Misalnya, mahasiswa belajar mengoperasikan komputer, maka penguasaan keterampilan mengoperasikan komputer tersebut akan menetap dan melekat dalam diri mahasiswa tersebut.
7. Perubahan yang bertujuan dan terarah.
Individu melakukan kegiatan belajar pasti ada tujuan yang ingin dicapai, baik tujuan jangka pendek, jangka menengah maupun jangka panjang. Misalnya, seorang mahasiswa belajar psikologi pendidikan, tujuan yang ingin dicapai dalam panjang pendek mungkin dia ingin memperoleh pengetahuan, sikap dan keterampilan tentang psikologi pendidikan yang diwujudkan dalam bentuk kelulusan dengan memperoleh nilai A. Sedangkan tujuan jangka panjangnya dia ingin menjadi guru yang efektif dengan memiliki kompetensi yang memadai tentang Psikologi Pendidikan. Berbagai aktivitas dilakukan dan diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut.
8. Perubahan perilaku secara keseluruhan.
Perubahan perilaku belajar bukan hanya sekedar memperoleh pengetahuan semata, tetapi termasuk memperoleh pula perubahan dalam sikap dan keterampilannya. Misalnya, mahasiswa belajar tentang “Teori-Teori Belajar”, disamping memperoleh informasi atau pengetahuan tentang “Teori-Teori Belajar”, dia juga memperoleh sikap tentang pentingnya seorang guru menguasai “Teori-Teori Belajar”. Begitu juga, dia memperoleh keterampilan dalam menerapkan “Teori-Teori Belajar”.

Menurut Gagne (Abin Syamsuddin Makmun, 2003), perubahan perilaku yang merupakan hasil belajar dapat berbentuk :
1.     Informasi verbal; yaitu penguasaan informasi dalam bentuk verbal, baik secara tertulis maupun tulisan, misalnya pemberian nama-nama terhadap suatu benda, definisi, dan sebagainya.
2.     Kecakapan intelektual; yaitu keterampilan individu dalam melakukan interaksi dengan lingkungannya dengan menggunakan simbol-simbol, misalnya: penggunaan simbol matematika. Termasuk dalam keterampilan intelektual adalah kecakapan dalam membedakan (discrimination), memahami konsep konkrit, konsep abstrak, aturan dan hukum. Ketrampilan ini sangat dibutuhkan dalam menghadapi pemecahan masalah.
3.     Strategi kognitif; kecakapan individu untuk melakukan pengendalian dan pengelolaan keseluruhan aktivitasnya. Dalam konteks proses pembelajaran, strategi kognitif yaitu kemampuan mengendalikan ingatan dan cara – cara berfikir agar terjadi aktivitas yang efektif. Kecakapan intelektual menitikberatkan pada hasil pembelajaran, sedangkan strategi kognitif lebih menekankan pada pada proses pemikiran.
4.     Sikap; yaitu hasil pembelajaran yang berupa kecakapan individu untuk memilih macam tindakan yang akan dilakukan. Dengan kata lain. Sikap adalah keadaan dalam diri individu yang akan memberikan kecenderungan vertindak dalam menghadapi suatu obyek atau peristiwa, didalamnya terdapat unsur pemikiran, perasaan yang menyertai pemikiran dan kesiapan untuk bertindak.
5.     Kecakapan motorik; ialah hasil belajar yang berupa kecakapan pergerakan yang dikontrol oleh otot dan fisik.

Sementara itu, Moh. Surya (1997) mengemukakan bahwa hasil belajar akan tampak dalam :
1.     Kebiasaan; seperti : peserta didik belajar bahasa berkali-kali menghindari kecenderungan penggunaan kata atau struktur yang keliru, sehingga akhirnya ia terbiasa dengan penggunaan bahasa secara baik dan benar.
2.     Keterampilan; seperti : menulis dan berolah raga yang meskipun sifatnya motorik, keterampilan-keterampilan itu memerlukan koordinasi gerak yang teliti dan kesadaran yang tinggi.
3.     Pengamatan; yakni proses menerima, menafsirkan, dan memberi arti rangsangan yang masuk melalui indera-indera secara obyektif sehingga peserta didik mampu mencapai pengertian yang benar.
4.     Berfikir asosiatif; yakni berfikir dengan cara mengasosiasikan sesuatu dengan lainnya dengan menggunakan daya ingat.
5.     Berfikir rasional dan kritis yakni menggunakan prinsip-prinsip dan dasar-dasar pengertian dalam menjawab pertanyaan kritis seperti “bagaimana” (how) dan “mengapa” (why).
6.     Sikap yakni kecenderungan yang relatif menetap untuk bereaksi dengan cara baik atau buruk terhadap orang atau barang tertentu sesuai dengan pengetahuan dan keyakinan.
7.     Inhibisi (menghindari hal yang mubazir).
8.     Apresiasi (menghargai karya-karya bermutu.
9.     Perilaku afektif yakni perilaku yang bersangkutan dengan perasaan takut, marah, sedih, gembira, kecewa, senang, benci, was-was dan sebagainya.

Sedangkan menurut Bloom, perubahan perilaku yang terjadi sebagai hasil belajar meliputi perubahan dalam kawasan (domain) kognitif, afektif dan psikomotor, beserta tingkatan aspek-aspeknya.

Kamis, 03 Februari 2011

Beberapa Cara Mendekatkan Diri Kepada Allah SWT

  1. Sholat wajib tepat waktu, selalu berdoa dan berdzikir kepada Allah
    Dengan sholat, berdo'a dan dzikir kepada Allah, Inya Allah hati menjadi tenang, damai dan makin dekat dengan-Nya.
  2. Sholat tahajud
    Dengan sholat tahajud Insya Allah cenderung mendapatkan perasaan tenang. Hal ini dimungkinkan karena di tengah kesunyian malam didapatkan kondisi keheningan dan ketenangan suasana,yang tentu saja semua itu hanya dapat terjadi atas izin-Nya. Pada malam hari, diri ini tidak lagi disibukkan dengan urusan pekerjaan ataupun urusan-urusan duniawi lainnya sehingga dapat lebih khusyu' saat menghadap kepada-Nya.
  3. Mengingat kematian yang dapat datang setiap saat
    Kematian sebenarnya sangat dekat, lebih dekat dari urat leher kita. Dan dapat secepat kilat menjemput.
  4. Membayangkan tidur di dalam kubur
    Membayangkan tidur dalam kuburan yang sempit , gelap dan sunyi saat kita mati nanti. Semoga amal ibadah kita selama di dunia ini dapat menemani kita di alam kubur nanti.
  5. Membayangkan kedahsyatan siksa neraka
    Azab Allah sangat pedih bagi yang tidak menjauhi larangan-Nya dan tidak mengikuti perintah-Nya. Ya Allah jauhkanlah kami dari siksa neraka-Mu, karena kami sangat takut akan siksa neraka-Mu.Ya Allah bimbinglah kami agar dapat memanfaatkan sisa hidup kami untuk selalu dijalan-Mu.
  6. Membayangkan surga-Nya
    Kesenangan duniawi hanya bersifat sementara, sangat singkat dibanding dengan kenikmatan di akhirat yang tidak dibatasi waktu.Semoga kita dapat selalu mengikuti perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya dan Insya Allah diizinkan untuk meraih Surga-Nya. Amiin.
  7. a. Mengikuti tausyiah atau mengikuti pengajian secara rutin
    Mengikuti tausyiah atau mengikuti pengajian secara rutin seminggu satu kali (minimal), dua kali atau lebih. Insya Allah dengan mendengar tausyiah atau mengikuti pengajian, akan meningkatkan keimanan karena selalu diingatkan kembali utk selalu dekat kpd Allah SWT. Perlu dicatat, dikarenakan iman bisa turun atau naik, maka harus dijaga agar iman tetap stabil pada keadaan tinggi/ kuat dengan mengikuti tausyiah, pengajian dsb.
    b. Bergaul dengan orang-orang sholeh
    Seperti sudah dijelaskan di atas bahwa tingkat keimanan kita bisa turun atau naik, untuk itu perlu dijaga agar tingkat keimanan kita tetap tinggi. Berada pada lingkungan kondusif dimana orang-orangnya dekat dengan Allah SWT, Insya Allah juga akan membawa kita untuk makin dekat kepada-Nya.
  8. Membaca Al Qur'an dan maknanya (arti dari setiap ayat yang dibaca)
    Insya Allah dengan membaca Al Qur'an dan maknanya, akan menjadikan kita makin dekat dengan-Nya.
  9. Menambah pengetahuan keislaman
    Menambah pengetahuan keislaman dengan berbagai cara, antara lain dengan : membaca buku, membaca di internet (tentang pengetahuan Islam, artikel Islam, tausyiah dsb), melihat video Islami yang dapat meningkatkan keimanan kita.
  10. Merasakan kebesaran Allah SWT
    Merasakan kebesaran Allah SWT atas semua ciptaan-Nya seperti Alam Semesta (jagad raya yang tidak berbatas) beserta semua isinya.
  11. Merenung atas semua kejadian alam
    Merenung atas semua kejadian alam yang terjadi di sekeliling kita (tsunami, gunung meletus, gempa dsb). Dimana semua itu mungkin berupa ujian keimanan, peringatan, atau teguran bagi kita agar kita selalu ingat kepada-Nya/ mengikuti perintah-Nya. Bukan makin tersesat ke perbuatan maksiat atau perbuatan lain yang dilarang oleh-Nya. Ya Allah kami mohon bimbingan-Mu agar kami dapat selalu introspeksi atas semua kesalahan yang kami perbuat, meninggalkan larangan-Mu dan kembali ke jalan-Mu ya Allah.
  12. Mensyukuri begitu besar nikmat Allah
    Mensyukuri begitu besar nikmat yang sudah diberikan oleh Allah SWT. Jangan selalu melihat ke atas, lihatlah orang lain yang lebih susah. Begitu banyak nikmat yang diberikan oleh-Nya.Saat ini kita masih bisa bernafas, masih bisa makan, bisa minum, masih mempunyai keluarga, masih mempunyai apa yang kita miliki saat ini,masih mempunyai panca indera mata, hidung, telinga dan masih bisa bernafas (masih diberi kesempatan hidup). Masih pantaskah kita tidak bersyukur dan tidak berterimakasih pada-Nya.

Rabu, 02 Februari 2011

Pengertian Visi dan Misi

A. Menurut Para Ahli

1. Pengertian Visi

Menurut Wibisono (2006, p. 43), visi merupakan rangkaian kalimat yang menyatakan cita-cita atau impian sebuah organisasi atau perusahaan yang ingin dicapai di masa depan. Atau dapat dikatakan bahwa visi merupakan pernyataan want to be dari organisasi atau perusahaan. Visi juga merupakan hal yang sangat krusial bagi perusahaan untuk menjamin kelestarian dan kesuksesan jangka panjang.

Dalam visi suatu organisasi terdapat juga nilai-nilai, aspirasi serta kebutuhan organisasi di masa depan seperti yang diungkapkan oleh Kotler yang dikutip oleh Nawawi (2000:122), Visi adalah pernyataan tentang tujuan organisasi yang diekspresikan dalam produk dan pelayanan yang ditawarkan, kebutuhan yang dapat ditanggulangi, kelompok masyarakat yang dilayani, nilai-nilai yang diperoleh serta aspirasi dan cita-cita masa depan.

2. Pengertian Misi

Menurut Drucker (2000:87), Pada dasarnya misi merupakan alasan mendasar eksistensi suatu organisasi. Pernyataan misi organisasi, terutama di tingkat unit bisnis menentukan batas dan maksud aktivitas bisnis perusahaan. Jadi perumusan misi merupakan realisasi yang akan menjadikan suatu organisasi mampu menghasilkan produk dan jasa berkualitas yang memenuhi kebutuhan, keinginan dan harapan pelanggannya (Prasetyo dan Benedicta, 2004:8).

Menurut Wheelen sebagaimana dikutip oleh Wibisono (2006, p. 46-47) Misi merupakan rangkaian kalimat yang menyatakan tujuan atau alasan eksistensi organisasi yang memuat apa yang disediakan oleh perusahaan kepada masyarakat, baik berupa produk ataupun jasa.

B. Pengertian secara Mendalam

1. Pengertian Visi
Visi adalah suatu pernyataan tentang gambaran keadaan clan karakteristik yang ingin di capai oleh suatu lembaga pada jauh dimasa yang akan datang. Banyak intepretasi yang dapat keluar dari pernyataan keadaan ideal yang ingin dicapai lembaga tersebut. Visi itu sendiri tidak dapat dituliskan secara lebih jelas menerangkan detail gambaran sistem yang ditujunya, oleh kemungkinan kemajuan clan perubahan ilmu serta situasi yang sulit diprediksi selama masa yang panjang tersebut.PernyataanVisi tersebut harus selalu berlaku pada semua kemungkinan perubahan yang mungkin terjadi sehingga suatu Visi hendaknya mempunyai sifat / fleksibel.

Untuk itu ada beberapa persyaratan yang hendaknya dipenuhi oleh suatu pernyataan Visi:
  • Berorientasi pada masa depan;
  • Tidak dibuat berdasar kondisi atau tren saat ini;
  • Mengekspresikan kreativitas;
  • Berdasar pada prinsip nilai yang mengandung penghargaan bagi masyarakat;
  • Memperhatikan sejarah, kultur, clan nilai organisasi meskipun ada perubahan terduga; 
  • Mempunyai standard yang tinggi, ideal serta harapan bagi anggauta lembaga;
  • Memberikan klarifikasi bagi manfaat lembaga serta tujuan-tujuannya;
  • Memberikan semangat clan mendorong timbulnya dedikasi pada lembaga;
  • Menggambarkan keunikan lembaga dalam kompetisi serta citranya;
  • Bersifat ambisius serta menantang segenap anggota lembaga (Lewis & Smith 1994
2. Pengertian Misi
Misi adalah pernyataan tentang apa yang harus dikerjakan oleh lembaga dalam usahanya meng-ujud-kan Visi. Dalam operasionalnya orang berpedoman pada pernyataan misi yang merupakan hasil kompromi intepretasi Visi. Misi merupakan sesuatu yang nyata untuk dituju serta dapat pula memberikan petunjuk garis besar cara pencapaian Visi.

Pernyataan Misi memberikan keterangan yang jelas tentang apa yang ingin dituju serta kadang kalamemberikan pula keterangan tentang bagaimana cara lembaga bekerja. Mengingat demikian pentingnya pernyataan misi maka selama pembentukannya perlu diperhatikan masukan-masukan dari anggota lembaga serta sumber-sumber lain yang dianggap penting.

Untuk secara Iangsung pernyataan Misi belum dapat dipergunakan sebagai petunjuk bekerja. Intepretasi lebih mendetail diperlukan agar pernyataan Misi dapat diterjemahkan ke langkahlangkah kerja atau tahapan pencapaian tujuan sebagaimana tertulis dalam pernyataan Misi.

Selasa, 01 Februari 2011

Pemuda Indonesia Kurang Kenal Negaranya Sendiri

Sayidiman Suryohadiprojo
Jakarta, 25 April 2009

Dalam harian Suara Pembaruan tanggal 24 April 2009 ada tulisan Ibu Meutia Hatta Swasono yang menguraikan betapa banyak pemuda Indonesia kurang mengenal Tanah Air dan Negaranya sendiri. Dalam tulisan itu beliau mengatakan bahwa kekurangan itu bahkan meliputi kaum mahasiswa.

Hal demikian tentu berpengaruh besar terhadap ikatan batin para pemuda kita dengan Tanah Airnya sendiri. Itu mau tidak mau berlanjut pada tipisnya rasa Cinta Tanah Air dengan segala akibatnya pada kehidupan bangsa kita.

Ibu Meutia berpendapat secara tepat bahwa hal ini adalah akibat dari pendidikan yang kurang sekali memperhatikan faktor geografi dalam pembentukan kepribadian anak didik dan menyarankan agar hal ini secepat mungkin dikoreksi.

Memang sudah lama hal ini merupakan kekurangan yang amat merisaukan dalam pendidikan sekolah kita. Anehnya adalah bahwa justru dalam pendidikan sekolah di masa penjajahan Belanda para murid sudah cukup dini diberikan kesadaran geografi tanah airnya. Pada tingkat Sekolah Dasar masa penjajahan Belanda, baik di Hollands-Inlandsche School (HIS) maupun Europese Lagere School (ELS), mulai di kelas 3 diajarkan Ilmu Bumi. Pelajaran Ilmu Bumi itu berlanjut hingga tamat HIS dan ELS dan dilanjutkan di Sekolah Menengah (MULO-AMS dan HBS) sampai selesai.

Di kelas 3 SD dimulai dengan mengajarkan lingkungan di mana murid berada. Ketika saya sekolah di Semarang maka di kelas 3 SD saya harus mengenal kota Semarang dengan baik. Nama jalan-jalan, lokasi dan nama gedung-gedung penting seperti Rumah Sakit Umum, stasiun kereta api, lokasi kantor Gubernur Jawa Tengah, Residen Semarang dan Wali Kota , dan lainnya. Ini dilanjutkan masih di kelas 3 dengan mengenal Keresidenan di mana murid ada, karena di zaman itu ada tingkat pemerintah keresidenan antara Provinsi dan Kabupaten atau Kota.

Jadi buat saya adalah mengenal Keresidenan Semarang dengan baik. Semua kota yang ada di wilayah itu, gunung-gunung, sungai, pabrik-pabrik penting, jalannya kereta api dan jalan provinsi, dan lainnya. Kita juga harus dapat menggambar wilayah Keresidenan Semarang luar kepala dengan letak kota-kota, aliran sungai dan lokasi gunung-gunung, jalan-jalan yang menghubungkan kota baik KA maupun darat, adanya pelabuhan, dan lainnya. Itu berarti bahwa pada umur 8 tahun saya telah benar-benar mengenal bagian Tanah Air Indonesia di mana saya berada.

Di kelas 4 SD pelajaran Ilmu Bumi diluaskan meliputi seluruh pulau Jawa. Kita sebagai murid harus tahu betul nama semua gunung yang tingginya di atas 1000 meter, mulai dari Gunung Gede Pangeranggo di Jawa Barat hingga Pegunungan Ijen di Jawa Timur. Semua sungai besar seperti Sungai Ciujung di daerah Banten hingga Sungai Berantas di Jawa Timur serta aliran Bengawan Solo di Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Kita hafal nama semua kota yang dilalui Kereta Api Eendaagse yang menghubungkan Jakarta (Batavia) dengan Surabaya dalam kurang dari 12 jam. Juga kota-kota lain yang mempunyai arti penting karena kegiatan ekonomi dan industri, seperti Jatiroto di Jawa Timur dengan pabrik gulanya terbesar waktu itu.

Pengetahuan ini sangat bermanfaat bagi saya sampai hari tua. Seperti ketika saya turut Long March atau Jalan Jauh Divisi Siliwangi pada tahun 1948-1949 dari sekitar kota Banjarnegara di Jawa Tengah hingga ke Daerah Gerilya Batalyon Nasuhi di kabupaten Ciamis. Jalan kaki menyeberang sungai Serayu yang banjir, melewati Gunung Slamet dengan kota-kota Bobotsari, Baturaden dan Bumiayu, itu semua saya lakukan tidak lepas dari pengetahuan yang saya peroleh pada umur 9 tahun di kelas 4 SD.

Di kelas 5 SD Ilmu Bumi mulai meluas ke seluruh wilayah Indonesia dengan semua pulaunya, terutama pulau besar Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Papua dan kepulauan Sunda Kecil. Tentu pengetahuan mengenai pulau Jawa jauh lebih intensif dari yang diperoleh mengenai pulau besar lainnya. Akan tetapi toh kita pasti tahu nama semua gunung di atas 1000 meter dan sungai besar di semua pulau. Kita diajar tentang lokasi pertambangan dan industri seperti lokasi produksi minyak di Sumatra Selatan, Riau dan Pangkalan Brandan di Sumatra Utara , tambang batu bara di Kalimantan, perkebunan di Sumatra Timur dan semua kegiatan ekonomi yang penting.

Dalam pada itu Ilmu Bumi mulai mengajarkan kita tentang luar Indonesia. Karena penjajah kita bangsa Belanda, maka kita harus belajar tentang negeri Belanda dengan semua sungainya yang besar dan kecil. Dasar sifat penjajah, kita harus tahu nama sungai Geul di Limburg yang ternyata hanya sungai selebar tiga meter ketika saya kemudian sempat melihat negeri Belanda. Dan gunungnya yang tertinggi hanya sekitar ratusan meter yang di Indonesia hanya kita anggap sebagai bukit belaka.

Di kelas 6 pelajaran Ilmu Bumi tentang Indonesia dan Belanda diperdalam, dan ditambah tentang seluruh benua Eropa. Sedangkan di kelas 7 SD ( di zaman penjajahan Belanda SD sampai kelas 7) pelajaran meliputi seluruh benua, yaitu Amerika, Afrika, Asia dan Australia. Maka kita melihat bahwa pelajaran Ilmu Bumi atau Geografi cukup luas dan mendalam di tingkat Pendidikan Dasar, khususnya mengenai Tanah Air kita sendiri. Juga pengetahuan geografi bagian planit Bumi lain cukup baik.

Hal ini sama sekali tidak diberikan dalam Pendidikan Dasar kita sekarang dalam Indonesia Merdeka. Mungkin sekali pengetahuan geografi pemuda lulusan SD zaman penjajahan tentang Indonesia yang umurnya sekitar 13 tahun lebih luas dan dalam dari pemuda lulusan SMP dan bahkan SMA sekarang yang umurnya 18 tahun. Kecuali mereka yang sekolah di SMP dan SMA yang tinggi mutunya. Sedangkan di zaman penjajahan standard pendidikan di semua HIS dan ELS di seluruh Indonesia (Hindia Belanda) umumnya sama.

Apalagi setelah lulus Pendidikan Menengah para pemuda Indonesia di zaman penjajahan jauh lebih menguasai pengetahuan Geografi dari pada mereka lulusan Pendidikan Menengah sekarang.

Ketika saya menjadi anggota Badan Pertimbangan Pendidikan Nasional antara tahun 1988 hingga 1998 hal ini amat sering saya kemukakan termasuk kepada para pejabat dan Menteri Pendidikan Nasional. Saya katakan bahwa hal ini saya lihat dalam pendidikan yang diperoleh anak-anak saya, padahal mereka mengikuti pendidikan SD, SMP dan SMA di sekolah-sekolah yang tergolong bermutu. Tidak ada di antara anak-anak saya yang pernah diajak mengenal Tanah Airnya seperti mengetahui semua gunung dan sungai di Jawa, apalagi di pulau-pulau lain Indonesia. Nampaknya para pakar pendidikan kita kurang menyadari betapa pentingnya pengaruh yang timbul dari pengetahuan yang diperoleh dari Ilmu Bumi terhadap kepribadian anak-anak kita.

Mereka tak sadar bahwa betul-betul benar pernyataan Tak Kenal Maka Tak Cinta. Yang saya kurang pahami adalah mengapa mereka yang menjadi Pakar Pendidikan dengan gelar paling rendah Dokterandus, bahkan banyak yang Doktor dan Professor tidak memperhatikan hal ini. Mereka amat gemar berteori tentang Pendidikan, berbicara dalam seminar, menulis di surat kabar dan majalah, tapi tidak melakukan hal yang amat mendasar untuk pembentukan kepribadian Manusia Indonesia, yaitu Mencintai Tanah Airnya. Mungkinkah tulisan ini dapat mengubah sikap mereka ? Semoga !